Ketika lulus kuliah saya langsung bekerja di perusahaan milik ayah saya. Perusahaan ayah mengimpor perlengkapan musik dari luar negeri untuk dipasarkan ke toko-toko di luar pulau Jawa.
Ketika saya masuk bekerja, saya melihat ada sebuah pos pengeluaran yang menurut saya sia-sia, yaitu asuransi saya tiadakan, dan dengan bangga saya berkata kepada semua orang bahwa saya menghemat ratusan juta rupiah per tahun.
Suatu pagi diberi kabar bahwa salah satu kiriman kami ke Kalimantan bermasalah, Tongkang yang digunakan karam beserta dengan semua muatannya. Tidak lama kemudian ayah saya tiba di kantor dan para staff memberitahunya mengenai karamnya kiriman itu. Ayah saya dengan entengnya berkata,” Ya sudah, klaim saja..,”
Seluruh staff kantor kontan memandang ke arah saya.
Paham apa yang terjadi, ayah saya terkejut “Modhar (mati)!!!” katanya. “Tidak kamu asuransikan?” lanjutnya lagi.
Saya menggelengkan kepala lemah.
Ayah saya tertunduk dengan lemas, hari itu ia tidak berbicara apa-apa sama sekali. Saya tidak mungkin melupakan pemandangan itu seumur hidup saya. Itulah pengalaman saya yang pertama dan terakhir kalinya. Karena ketidakperdulian saya, perusahaan kami harus menanggung rugi lebih besar dari 1 milyar rupiah.
Sejak saat itu saya sadar bahwa asuransi bukanlah biaya, tetapi biaya untuk mengurangi biaya. Bukan hanya untuk pengiriman barang, tetapi semua karyawan perusahaan kami juga sudah diasuransikan di luar jamsostek. Saya sadar karyawan yang sehat adalah aset yang baik.
Saya bersyukur ayah saya tidak memarahi saya atau memecat saya, bahkan lebih bersyukur lagi karena ia telah memberikan saya training seharga 1 milyar rupiah! Sejak itu perusahaan kami beberapa kali mengalami musibah, tetapi tidak ada kerugian yang berarti kecuali biaya premi saja.