Yang jauh, setidaknya menurut saya, adalah kejadian-kejadian di masa lalu sekaligus harapan-harapan kita akan masa depan. Yang dekat adalah kehidupan kita yang riil dan nyata di hari ini. Dan keduanya tidak mungkin disatukan oleh kebencian. Ia jauh lebih mungkin dijembatani oleh kesediaan untuk memaafkan. Dan dari sinilah lahir bibit-bibit unggul cinta buat sang kehidupan. Dan bibit-bibit unggul cinta ini, mungkin saja bisa menyembuhkan orang yang dimaafkan. Tetapi yang jelas, kegiatan memaafkan pasti menyembuhkan siapa saja yang mau dan rela memaafkan. Seperti baru saja meletakkan beban berat yang lama tergendong di bahu, demikianlah rasanya ketika kita rela memaafkan orang lain. Keyakinan ini bukannya tanpa bukti, Bernie Siegel dalam karya best seller-nya yang berjudul Love, Medicine and Miracles mengajukan sebuah bukti meyakinkan. Sebagaimana ia tulis secara amat percaya diri di halaman 202 bukunya, Siegel telah mengkoleksi 57 kasus keajaiban kanker. Di mana ke lima puluh tujuh orang ini sudah positif terkena kanker, dan begitu mereka menghentikan secara total dan radikal kebencian, depresinya menurun drastis, dan yang paling penting tumornya mulai menyusut. Sebagai kesimpulan, Siegel menulis : ‘when you give love, you receive it at the same time. And letting go of the past and forgiving everyone and everything sure helps you not to be afraid’. Ketika Anda memberi maaf, Anda juga menerimanya pada saat yang sama. Dan kesediaan untuk melepas masa lalu dengan cara memaafkan, secara meyakinkan membantu Anda keluar dari kekhawatiran.
Dan mohon dicatat kalau kesimpulan ini datang dari Berni Siegel yang nota bene salah seorang ahli bedah di Amerika sana. Kembali ke cerita awal tentang lautan kebencian yang tidak bertepi, bila kita sepakat agar republik ini secepat mungkin mengalami penyembuhan, bisa jadi saran Siegel ini layak direnungkan kembali. Saya dan Anda mungkin bukan penentu di republik ini, tetapi kita bisa memulainya dengan kehidupan kita masing-masing. Entah itu memaafkan isteri, suami, musuh, diri sendiri, atau siapa saja. Seperti telah diingatkan Rabindranath Tagore, bukankah itu bisa membuat sang kehidupan menyatu dalam cinta?